Jumat, 17 Februari 2012
Makalah Etika (Profesi) Pengrusakan Lingkungan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Krisis lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan akibat langsung dari pengelolaan lingkungan hidup yang “nir-etik”. Artinya, manusia melakukan pengelolaan sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada peran etika. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi umat manusia berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Umat manusia kurang peduli pada norma-norma kehidupan atau mengganti norma-norma yang seharusnya dengan norma-norma ciptaan dan kepentingannya sendiri. Manusia modern menghadapi alam hampir tanpa menggunakan hati nurani. Alam begitu saja dieksploitasi dan dicemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya terjadi penurunan secara drastis kualitas sumber daya alam seperti lenyapnya sebagian spesies dari muka bumi, yang diikuti pula penurunan kualitas alam. Pencemaran dan kerusakan alam pun akhirnya mencuat sebagai masalah yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari manusia.
Manusia merupakan sumber kelestarian dan kerusakan lingkungan. YB Mangunwijaya memandangnya sebagai oposisi atau konflik antara manusia dan alam. Cara pandang dan sikap manusia terhadap lingkungan hidupnya menyangkut mentalitas manusia itu sendiri yang mempertanyakan eksistensinya di jaman modern ini dalam kaitannya dengan waktu, tujuan hidup, arti materi dan yang ada ”di atas” materi. Dengan demikian masalah lingkungan hidup tak lain adalah soal bagaimana mengembangkan falsafah hidup yang dapat mengatur dan mengembangkan eksistensi manusia dalam hubungannya dengan alam.
Pemikiran tersebut mendorong kami untuk memilih dan membahas tema etika lingkungan dalam paparan ini. Pada awal tulisan ini, akan diangkat contoh kasus kerusakan lingkungan yang terjadi di Kalimantan Barat serta dampak negatif yang ditimbulkannya. Kemudian kami akan membahas apa sebenarnya yang dimaksud dengan etika lingkungan hidup, beberapa pandangan yang mendasari etika lingkungan hidup tersebut. Pembahasan tentang etika lingkungan hidup, kami perdalam dengan mencari simpul-simpul pemikiran dalam sejarah filsafat barat dari Jaman Yunani Kuno sampai Jaman Modern yang memantapkan atau justru menantang etika lingkungan hidup. Selanjutnya kami akan melengkapinya dengan beberapa pada pandangan dan kesadaran baru dalam etika lingkungan yang mendukung perbaikan sikap kita atas lingkungan hidup.
B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh kerusakan alam pada kehidupan manusia.
2. Bagaimana cara menanggulangi kerusakan alam pada kehidupan manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Studi Kasus Kerusakan Lingkungan: Penebangan Hutan di Kalimantan
Penebangan hutan secara ilegal (illegal logging) sebenarnya persoalan klasik bagi masyarakat Indonesia. Setiap hari, kegiatan tersebut marak dilakukan di sejumlah kawasan hutan dengan diketahui petugas instansi berwenang, aparat dan masyarakat setempat. Meskipun berkali-kali diberitakan bahwa penertiban terus diupayakan, namun penebangan dan perusakan hutan semakin merajalela.
Di kabupaten Ketapang misalnya, sasaran penebangan liar adalah Taman Nasional Gunung Palung ( TNGP ). Sudah sekitar 5 tahun penjarahan itu berlangsung. Sekitar 80 % dari 90.000 ha luas TNGP sudah dirambah para penebang dan mengalami rusak berat. Para penebang yang dibayar untuk memotong pohon itu diperkirakan jumlahnya sebanyak 2000 orang dengan menggunakan motor pemotong chainsaw.
Selain itu di hutan Kapuas Hulu, penebangan hutan liar juga tak kalah mengerikan. Sasaran penebangan adalah pohon-pohon dengan jenis Kayu Ramin, Meranti, Klansau, Mabang, Bedaru, dan jenis Kayu Tengkawang yang termasuk jenis kayu dilindungi. Kayu-kayu gelondongan yang telah ditebang langsung diolah menjadi balok dalam berbagai ukuran antara lain: 24 cm x 24 cm, 12 cm x 12 cm dengan panjang rata-rata 6 meter. Setiap hari jumlah truk yang mengangkut kayu ini ke wilayah Malaysia sekitar 50 –60 truk. Menurut Sekjen “Silva Indonesia”, pengangkutan ini berlangsung siang dan malam dihadapan mata aparat instansi berwenang tanpa ada pemungutan dana reboisasi dan pajak lainnya “.
B. Dampak Kerusakan Alam
1. Kerugian bidang Ekonomi
Berdasarkan pada perkiraan Prof. Dr. Herujono Hadisuprapto, MSc, Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Tanjungpura, setiap hari kayu ilegal berbentuk balok yang diselundupkan dari Kal-Bar ke Serawak mencapai 10.000 m kubik. Kayu-kayu ini terbebas dari iuran resmi seperti dana reboisasi, provisi sumber daya hutan, dan pajak ekspor. Diprediksi kerugian negara mencapai Rp. 5,35 milyar per hari, atau sekitar Rp 160,5 milyar perbulan.
Maka sebenarnya sangat ironis jika kerugian ini dihubungkan dengan usaha mati-matian dari pemerintah Indonesia untuk mencari pinjaman dana dari IMF. Ketika pemerintah mengemis pada IMF dana senilai 400 juta $ AS, sebenarnya pemerintah kehilangan pendapatan atas pajak senilai 4 Milyar $ AS setiap tahunnya akibat penebangan hutan liar sejak 1998.
2. Dampak kerusakan terhadap ekologi lingkungan
Penebangan hutan secara ilegal ini juga menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagi hutan itu sendiri maupun lingkungan di sekelilingnya. Secara umum, dampak penebangan hutan menyebabkan: pertama, masalah pemanasan global; kedua, masalah degradasi tanah; dan ketiga, mempercepat kepunahan keanekaragaman hayati di dalamnya.
3. Masalah pemanasan global
Para ahli memperkirakan bahwa dampak dari pemanasan global akan sangat meningkat bila kelestarian dan keutuhan hutan tidak dipelihara. Ada beberapa akibat yang akan muncul akibat pemanasan global ini, antara lain terjadinya perubahan iklim. Hal ini akan mempercepat penguapan air sehingga berpengaruh pada curah hujan dan distribusinya. Akibat selanjutnya adalah terjadinya banjir dan erosi di daerah-daerah tertentu. Seperti kasus yang terjadi di Pontianak
( Kalimantan Barat ) dan Nias ( Sumatra Utara ) yang menelan korban materi dan nyawa yang sangat besar. Musim kering yang berkepanjangan juga akan melanda daerah-daerah yang areal hutannya digunduli, bahkan dibakar. Sebagai contoh adalah kebakaran hutan Kalimantan Barat. Resiko yang timbul kemudian adalah banyaknya lahan yang dibiarkan kosong.
4. Masalah degradasi tanah
Penebangan hutan secara tak terkendali pasti juga menyebabkan degradasi tanah dan berkurangnya kesuburan tanah. Data dari Biro Pusat Statistik menyebutkan bahwa lahan produktif yang telah diolah di Indonesia sebanyak 17.665.000 hektar. Sebesar 70 % dari lahan itu adalah lahan kering. Sisanya adalah lahan basah. Akibat penebangan liar yang terjadi banyak lahan kering yang tidak digarap. Akibatnya erosi menjadi mudah terjadi dan tanah berkurang kesuburannya.
5. Masalah kepunahan keranekaragaman hayati
Masalah ini cukup mendapat perhatian penting saat ini. Berdasar penelitian para ahli, dikatakan bahwa jumlah spesies binatang atau spesies burung semakin berkurang, khususnya di Kalimantan Barat. Akibat penebangan hutan yang dilakukan terus menerus, banyak hewan yang menyingkir dan mencari habitat yang baru. Misalnya, harimau Kalimantan semakin terjepit karena tempat tinggalnya semakin sempit dan terus di babat. Bukan tidak mungkin bahwa tahun-tahun mendatang spesies harimau akan punah. Para ahli memperkirakan bahwa pada tahun 2015 dengan penggundulan hutan tropis di Kalimantan akan menyebabkan punahnya 4-8% spesies dan 17,35 % pada tahun 2040.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Evolusi etika lingkungan, merupakan proses intelektual dan emosional. Konservasi lingkungan yang berdasar maksud baik saja terbukti lemah bahkan berbahaya, karena mengabaikan pemahaman kritis baik terhadap alam maupun sisi ekonomis dari penggunaan alam. Muatan intelektual akan meningkat sejalan dengan meluasnya penghayatan etika pribadi ke komunitas. Mekanisme kerjanya sama untuk etika apapun juga: peneguhan sosial untuk tindakan-tindakan yang benar dan penolakan atas tindakan-tindakan yang salah.
B. Saran
Kunci untuk melepas belenggu evolusi etika lingkungan adalah :
1. Jangan pernah berpikir tentang penggunaan alam semata-mata sebagai masalah ekonomi.
2. Uji setiap pernyataan sehubungan dengan kelayakan ekonomi dalam terminologi kebenaran etik dan estetis. Sesuatu adalah benar jika mempunyai kecenderungan mempertahankan integritas, stabilitas dan komunitas biotik. Sesuatu adalah salah jika condong ke arah sebaliknya.
3. Tingkatkan pemanfaatan dan perluasan konservasi alam.
DAFTAR PUSTAKA
Sony Keraf, Lingkugan Hidup, Melihat Dimensi Etisnya, Kompas, 6 Desember 1999.
Tim Wartawan Kompas, Hutan Konservasi Dihabisi, Kompas, 5 Agustus 2006.
www.google.com//pengaruh_kerusakan_alam. Diakses Pebruari 2008.
Kamis, 16 Februari 2012
MAKALAH ETIKA LINGKUNGAN HUBUNGAN TINDAKAN MANUSIA (negatif) DENGAN LINGKUNGAN ”ILLEGAL LOGGING”
MAKALAH ETIKA LINGKUNGAN HUBUNGAN TINDAKAN MANUSIA (negatif) DENGAN LINGKUNGAN ”ILLEGAL LOGGING”
MAKALAH
ETIKA LINGKUNGAN
HUBUNGAN TINDAKAN MANUSIA (negatif) DENGAN LINGKUNGAN
”ILLEGAL LOGGING”
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan Negara agraris, yang mana terdiri dari daratan dan perairan yang luas. Indonesia memiliki banyak sekali pulau-pulau yang dipisahkan oleh lautan. Indonesia dari dulu terkenal merupakan daerah yang subur (daratan). Banyak sekali daerah daratan daripada negara kita ini yang dimanfaatkan sebagai daerah pertanian dan juga perkebunan, hal ini karena daratan indonesia terkenal subur sehingga baik untuk dikembangkannya sektor tersebut. Namun semakin hari keadaan negeri kita semakin banyak mengalami berubah. Seiring dengan perkembangan teknologi industri, banyak lahan-lahan pertanian dan perkebuanan yang subur dibangun diatasnya pabrik-pabrik industri dan juga perkotaan. Perkembangan zaman juga diikuti dengan semakin banyaknya jumlah penduduk yang mendiami negeri kita tercinta ini. Akibatnya, lahan pertanian dan perkebunan pun semakin sempait, yang mana dikarenakan adanya pembukaan lahan untuk memenuhi kebutuhan sandang pangan dan papan kita. Selain itu juga banyaknya lahan-lahan yang mulai tercemar dengan limbah dan tingginya kandungan bahan-bahan kimia yang ada di dalam tanah kita. Banyak sekali lahan-lahan perkebunan yang dulunya masih hijau bisa dikatakan vegetasi yang ada masih cukup sekarang menjadi daerah yang kering dan gundul. Ini semua tidak lepas dari tindakan manusia itu sendiri yang kurang bertanggung jawab.
Pada dasarnya semua yang kita lakukan akan kembali kepada kita semua kelak. Dari kegiatan-kegiatan tersebut di atas, sudah pasti menjadi penyebab mengapa banyak sekali terjadi bencana alam seperti halnya lonsor, banjir, dls. Penebangan hutan yang tidak mengikuti prosedur tebang pilih menjadi hal yang paling mendasar yang menyebabkan daerah hutan kita yang seharusnya lebat dengan pepohonan menjadi kering keontang. Dari hal tersebut, banyak sekali yang merasakan danpaknya baik secara langsung maupun tidak. Banyak hewan-hewan yang turun ke daerah pemukiman penduduk, hal ini karena mereka tidak lagi memiliki tempat tinggal yang cocok untuk diri mereka. Mereka juga kekurangan makanan, sehingga banyak dari mereka yang menyerang pertanian kita. Jika kita sadar, manusia sering durugikan karena akibat ulahnya sendiri. Tidah hanya hewan yang dirugikan, namun di sini yang paling dirugikan adalah alam semesta ini. Sehingga jangan heran jika banyak sekali benca banjir, longsor, dls yang terjadi di daerah sekitar kita ini.
1.2 Permasalahan
Dari penjelasan di atas, sudah jelas sekali banyak hal-hal yang akan merugikan semuanya, tidak hanya hewan dan tanaman tetapi manusia juga akan dirugikan nantinya. Untuk itu, bagaimana danpak dari hubungan manusia dan alam yang tidak terjalin dengan baik dalam kehidupan.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari kegiatan ini antaralain :
1. untuk mengetahui bagaimana hubungan yang tidak baik yang terjalin antara manusia dan alam
2. untuk mengetahui danpak dari hubungan tersebut dalam kehidupan
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Isu penebangan liar atau illegal logging diangkat lagi oleh Presiden Megawati Soekarnoputri saat menghadiri Peringatan 10 Tahun Pusat Penelitian Hutan Internasional (Cifor) di Bogor (Kompas 9 September 2003). Isu penebangan liar semakin marak belakangan ini. Dan, para pemerhati berupaya mengaitkannya dengan dampak krisis moneter yang terjadi pada pertengahan tahun 1997.
Upaya menjustifikasi kegiatan penebangan liar, sebagai sebuah usaha yang mudah untuk memperoleh uang dan menghubungkannya dengan krisis moneter, merupakan jawaban yang tidak menyelesaikan masalah, tetapi menambah kekisruhan di sektor itu sendiri. Sejumlah persoalan timbul ketika penggunaan terminologi "ilegal" dan "legal" dalam setiap kasus yang bernuansa legalistis. Kadar dan standar formal begitu kental dalam mengidentifikasi kasus penebangan liar ini. Semua pihak mafhum bahwa ketika pengaplikasian kata yang berbau legalistis diterapkan, pilar hukum yang dibakukan dengan sendirinya akan menafikan realitas yang ada; yang tidak dikategorikan dalam bingkai hukum formal.
Konsekuensinya, pertarungan antara yang bersifat "de jure" dan "de facto" menjadi semakin mengkristal. Dengan demikian, apabila kita mempergunakan jalur berpikir ini, akan timbul pertanyaan: siapa yang dikategorikan sebagai pelaku legal dan ilegal dalam kasus penebangan liar ini. Penebangan liar "…occur right through the chain from source to costumer, from illegal extraction, illegal transport and processing through to illegal export and sale, where timber is often laundered before entering the legal market". Rujukan hukum ini serta merta menerpa para pelaku, terutama masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar hutan, yang hidupnya sangat bergantung dari hasil-hasil hutan (kayu dan non-kayu). Kelompok marjinal akan selalu menjadi kambing hitam dan sasaran penindakan dalam setiap kasus penebangan liar.
Maraknya praktik penebangan liar mendorong berbagai badan nasional (LSM) dan internasional (antara lain CGI) mengkritisi upaya penanganan kasus ini. Data yang dikeluarkan Bank Dunia menunjukkan bahwa sejak tahun 1985-1997 Indonesia telah kehilangan hutan sekitar 1,5 juta hektar setiap tahun dan diperkirakan sekitar 20 juta hutan produksi yang tersisa. Penebangan liar berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan kayu di pasar internasional, besarnya kapasitas terpasang industri kayu dalam negeri, konsumsi lokal, lemahnya penegakan hukum, dan pemutihan kayu yang terjadi di luar kawasan tebangan. Tingginya permintaan terhadap kayu di dalam dan luar negeri tidak sebanding dengan kemampuan penyediaan industri perkayuan (legal). Akibat dari ketimpangan antara persediaan dan permintaan, ikut mendorong penebangan liar di taman nasional dan hutan konservasi.
Kondisi ini diperparah lagi dengan tumbuhnya industri kayu tanpa izin dekat lokasi penebangan dan penimbunan kayu (log ground); di mana transaksi jual beli kayu tanpa dokumen berlangsung. Padahal, perangkat hukum seperti KUHP Pasal 50 dan Pasal 178 dan UU Nomor 41 Tahun 1999 cukup efektif untuk menjerat para pemilik, penyimpan, dan pembeli kayu tanpa dokumen, dengan sanksi Rp 5 miliar atau dipenjarakan selama 10 tahun. Praktik KKN di sektor kehutanan membuat peta penyelesaian penebangan liar makin semrawut.
Tingginya produksi kayu gelondongan (log) dari 41 hingga 56 juta meter kubik pada tahun 1998, salah satu penyebabnya adalah bermunculannya kayu dari hasil penebangan liar, yang diperkirakan berjumlah 70 persen. Kasus penebangan liar di Taman Nasional Tanjung Puting, Kalimantan Tengah, meresahkan, sebab fauna dan flora yang sangat dilindungi di kawasan hutan dataran rendah ini akan ikut musnah. Kehancuran hutan sebab penebangan liar terjadi juga di Taman Nasional Leuser, Taman Nasional Kerinci-Seblat, dan Taman Nasional Gunung Palung. Dampaknya (juga perusakan hutan dengan cara lainnya) adalah: musnahnya berbagai fauna dan flora, erosi, konflik di kalangan masyarakat, devaluasi harga kayu, hilangnya mata pencaharian, banjir dan rendahnya pendapatan negara dan daerah dari sektor kehutanan, kecuali pemasukan dari pelelangan atas kayu "sitaan" dan kayu "temuan" oleh pihak terkait. Hingga tahun 2002, setiap tahun negara dirugikan Rp 30,42 triliun dari penebangan liar dan sekitar 50 persen terkait dengan penyelundupan kayu ke luar negeri. Selama ini, praktik penebangan liar dikaitkan dengan lemahnya penegakan hukum, di mana pihak penegak hukum hanya berurusan dengan masyarakat lokal atau pemilik alat transportasi kayu.
Untuk para cukong kelas kakap yang beroperasi di dalam dan di luar daerah tebangan, masih sulit untuk menjerat mereka dengan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku. Kepemilikan kayu "tak berdokumen" di log ground sepanjang aliran sungai, tempat penimbunan sampai ke penggergajian, sulit dilacak sebab rumitnya jaringan serta ketidakmampuan aparat untuk menindak para pelaku. Apabila pemerintah saat ini tak berdaya, fokus kajian terhadap praktik penebangan liar perlu dicari dalam setiap regulasi pusat dan daerah. Sejak kebijakan otonomi daerah (Otda) diberlakukan tahun 2001, khususnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, setiap daerah melirik pada potensi daerah bernilai ekonomis yang tersedia. Eksploitasi eksesif terhadap sumber daya alam yang tersisa; mendorong dikeluarkannya regulasi yang kadang kala tumpang tindih antara pusat dan daerah. Pemerintah pusat, di satu sisi, tetap mempertahankan kendali atas hak (izin) pengelolaan hutan. Bersamaan dengan itu, pemerintah daerah mengeluarkan peraturan daerah (perda) untuk kepentingan daerahnya. Kontroversi penyusunan regulasi serupa juga terjadi antara kebijakan provinsi dan kabupaten.
Menurut John Haba Peneliti PMB-LIPI dari Jakarta bahwasanya tumpang tindih regulasi sebab kebutuhan dan disparitas interpretasi telah ikut mendorong eksploitasi sumber daya alam termasuk sektor kehutanan. Tekanan hidup terhadap masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan mendorong mereka untuk menebang kayu baik untuk kebutuhan sendiri atau untuk kebutuhan pasar melalui tangan para pemodal. Permainan dokumen, lazim disebut "dokumen terbang", untuk melegalkan status kayu ilegal dapat dipertimbangkan sebagai salah satu faktor sulitnya memberantas kegiatan penebangan liar. Oleh sebab jaringan penyelundupan dan penjualan kayu ilegal juga marak ke luar negeri (Inggris, Singapura, Malaysia, dan Cina), maka kerja sama dengan 12 negara asing perlu ditingkatkan. Kebijakan moratorium yang pernah dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan adalah terapi sesaat dan idak selalu menolong industri perkayuan; bahkan akan membuat stagnan kegiatan industri kayu serta menurunnya pendapatan negara dari sektor kehutanan. Penebangan liar tidak cukup dminimalkan dengan imbauan dan surat keputusan. Mata rantai panjang mulai dari penataan tata ruang, tata wilayah dan penggunaan lahan, program pemberdayaan masyarakat, jaminan bagi hak-hak hidup dan berusaha untuk masyarakat (adat). Kerja sama multilateral dengan lembaga swadaya masyarakat, aparat keamanan, polisi hutan, pemerintah, dan masyarakat (adat) adalah salah satu cara terbaik untuk meminimalkan praktik penebangan liar.
Hutan Aceh dengan luas kurang lebih 3,5 juta hektare merupakan bagian dari hutan tropis dunia. Setiap tahunnya hutan Aceh mengalami pengurangan luas, dan diperkirakan kurang lebih satu juta hektare hutan Aceh hilang akibat praktek ilegal yang tidak terkendali. Luas hutan Aceh tiap tahun terus mengalami pengurangan luas akibat deforestrasi yang mencapai kurang lebih 20.796 hektare per tahun. Sampai tahun 2006 angka laju pengurangan luas hutan telah mencapai kurang lebih 374.327 hektare. Selain aktivitas illegal logging, laju kerusakan hutan juga disebabkan oleh konversi kawasan hutan menjadi peruntukkan infrastruktur jalan dan prasarana, pembukaan jalan jantho menuju keumala telah mengkonversi cagar alam hutan pinus Jantho dan pembangunan markas Satuan Brimob di Taman Hutan Raya (Tahura) Pocut Meurah Intan di kawasan Seulawah. Kondisi lingkungan hutan di Aceh juga diperparah dengan meningkatnya hotspot (titik api), 518 titik api menjadi 1.163 titik api pada tahun 2006. kebakaran hutan dan lahan dari tahun 2001 sampai dengan 2006 ini, telah menghanguskan areal seluas 403. 524 ha dari 3.057 titik api.
Kerusakan hutan di Aceh ini juga dipicu oleh maraknya aktivitas penambangan galian C (pasir, batu dan kerikil), pengerukan galian C ini juga menyebabkan tingginya kecepatan arus sungai dan menyebabkan tingginya tingkat erosi pada bibir sungai. DAS Krueng Aceh merupakan salah satu dampak dari ilegal loging, akibat dari aktivitas pengerukan pasir, batu dan kerikil, selain itu DAS-DAS kecil di sepanjang pantai barat juga tidak luput dari pengerukan (DAS Lhoong) serta dataran sekitar DAS Krueng Aceh dan pesisir utara di kawasan Lambaro, Montasik, Baitussalam dan Krueng Raya.
Kerusakan kawasan hutan di hulu dan Daerah Aliran Sungai (DAS) di hilir, telah menjadikan Provinsi Aceh sebagai langganan banjir dan longsor, terutama Kabupaten Aceh Selatan, Aceh Tenggara, Aceh Barat dan Aceh Jaya. Tahun 2006, tercatat 39 kali bencana banjir dan longsor atau 3-4 kali dalam satu bulan. Banjir dan longsor itu merusak 249 rumah, 22 fasilitas umum, 211 km jalan, 12 jembatan, 74 ha sawah, 101 ha perkebunan rakyat, 5 bendungan, 2.573 meter saluran air, 5 buah bendungan besar, 71 meter tanggul dan 20 orang meninggal dunia. Kerusakan luas dan tutupan kawasan hutan Aceh ini juga berpengaruh terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS) di Provinsi Aceh, kurang lebih 46,40 persen atau 714.724,38 ha DAS di Provinsi Aceh mengalami kerusakan dari 1.524.624,12 ha total luas DAS di Aceh.
Bencana ini belum termasuk banjir bandang yang melanda tujuh wilayah di Provinsi Aceh pada penghujung tahun lalu. Deklarasi tentang perubahan iklim yang ditanda tangani oleh Gubernur Pemerintahan Aceh, Papua Barat, dan Papua di Nusa Dua Bali pada tanggal 27 April 2007 lalu, merupakan tanda dimulainya keterikatan ketiga Provinsi tersebut untuk ber-komitmen menjaga tutupan hutan yang masih tersisa.
BAB 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada dasarnya hubungan yang terjalin antara manusia dan alam dapat dibagi menjadi hubungann manusia dengan alam yang merusak atau merugikan dan yang menguntungkan atau dengan kata lain ada yang nrgatif dan positif. Ilegal logging atau pembabatan hutan secara liar merupakan salah satu contoh hubungan yang merusak lingkungan atau alam. Salah satunya yang terjadi di Aceh sana, akibat pembalakan hutan Aceh sering dilanda bencana.
Pada dasarnya, bencana yang terjadi pada lingkungan terrestrial disebabkan oleh dua kegiatan, yaitu kegiatan alam dan kegiatan manusia. Kegiatan alam memang terjadi secara alami dan tidak dikendalikan oleh manusia. Bencana yang ditimbulkannya bisa langsung disebut bencana alam. Kegiatan manusia tentunya melibatkan dan dikendalikan oleh manusia, baik dalam bentuk perorangan maupun kelompok. Beberapa kegiatan manusia yang pada akhirnya sangat berpotensi menimbulkan bencana adalah penambangan, penebangan hutan, pembangunan permukiman, pengubahan fungsi lahan (dari daerah resapan ke pertanian), serta pembakaran lahan dan hutan.
Walaupun terdapat dua faktor penyebab, masyarakat dan bahkan pemerintah sekalipun seringkali mengesampingkan kenyataan bahwa kegiatan manusia dapat memicu terjadinya bencana. Masalahnya, bencana akibat kegiatan manusia:
1) lebih mirip dengan bencana yang disebabkan oleh kejadian alam daripada disebabkan oleh kegiatan manusia; misalnya, banjir bandang,
2) tidak terlihat langsung secara fisik atau dampaknya tidak terjadi langsung setelah kegiatan dilaksanakan, karena masih merupakan potensi; misalnya, hilangnya sumber air, turunnya muka air tanah/sumur (akibat penambangan), meluapnya air pada dataran rendah (akibat pengurugan),
3) menimbulkan dampak ikutan yang tidak disadari secara langsung oleh manusia; misalnya, hilangnya plasma nutfah, turunnya biodiversitas.
Kerusakan lingkungan secara bertahap (sedikit demi sedikit) menjadi ciri dampak dari kegiatan manusia. Gejala inilah yang sering tidak disadari atau bahkan diabaikan. Beberapa di antaranya adalah:
1) tidak adanya vegetasi atau berkurangnya tutupan lahan yang selanjutnya akan berdampak pada meningkatnya erosi dan sedimentasi di daerah rendah atau timbulnya banjir pada musim hujan dan kekeringan pada musim kemarau,
2) berubahnya bentang lahan atau kondisi tanah yang dapat menimbulkan penurunan muka air tanah atau pemerosotan nilai konservasi,
3) hancurnya lahan gambut yang dapat mengganggu sistem hidrologi atau mengurangi peresapan air,
4) meluasnya sebaran atau pekatnya kabut asap yang pada akhirnya meningkatkan korban penderita infeksi saluran pernafasan atas (ISPA).
Contoh nyata dari kasus kerusakan hutan yang terkenal penebangan hutan daerah resapan di daerah bogor, hal ini mengakibatkan banjir besar di Jakarta pada tahun 2002. Sumber dampak yang sering disebut-sebut adalah adanya perubahan fungsi kawasan di daerah Puncak (Bogor) dari kawasan hutan atau perkebunan teh menjadi permukiman, vila, atau resor-resor wisata, padahal daerah ini merupakan daerah resapan air dan bahkan merupakan hulu Sungai Ciliwung yang membelah kota Jakarta. Pada sisi lain, penyebutan sumber dampak ini ternyata menghilangkan perilaku sebagian besar penduduk Jakarta sendiri sebagai sumber buntunya sistem pembuangan (karena membuang sampah langsung ke sungai) dan hilangnya daerah tampungan air berupa situ, tasik, atau danau kecil (karena pengurugan daerah tampungan tersebut untuk permukiman, pabrik, atau keperluan ekonomi lainnya).
Sama halnya dengan kasus diatas kebanyakan kerusakan-kerusakan yang terjadi di Aceh adalah akibat banjir yang terjadi karena hutan didaerah hulu dan hilir daerah aliran sungai mengalami kerusakan akibat adanya penebangan-penebangan liar oleh masyarakat didaerah tersebut. Kerusakan hutan di Aceh juga dipicu oleh maraknya aktivitas penambangan galian C (pasir, batu dan kerikil), pengerukan galian C ini juga menyebabkan tingginya kecepatan arus sungai dan menyebabkan tingginya tingkat erosi pada bibir sungai. DAS Krueng Aceh merupakan salah satu dampak dari ilegal loging, akibat dari aktivitas pengerukan pasir, batu dan kerikil, selain itu DAS-DAS kecil di sepanjang pantai barat juga tidak luput dari pengerukan (DAS Lhoong) serta dataran sekitar DAS Krueng Aceh dan pesisir utara di kawasan Lambaro, Montasik, Baitussalam dan Krueng Raya.
BAB 4. KESIMPULAN
1) Pada dasarnya hubungan yang kurang baik antara manusia dengan alam terjadi karena ada faktor keinginan manusia untuk memenuhi kebituhannya. Namun, karena sifat dasar manusia yang tidak pernah merasa puas maka terjadi eksploitasi-eksploitasi yang berlebihan yang nantinya berdampak pada kerusakan alam
2) Adapun danpak dari pada kegiatan manusia yang merusak lingkungan utamanya hutan banyak sekali, seperti banjir, longsor, adanya hewan-hewan liar yang menyerang pemukiman yaitu areal pertanian karena sudah tidak ada lagi makanan yang tersisa di hutan akibat pembalakan liar, dan masih banyak lagi lainnya. Dari situ manusia nantinya juga akan merasa dirugikan oleh perbuatannya sendiri.
Sesuatu yang dilakukan oleh manusia akan kembali kepada manusia itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Dampak Illegal Logging di Aceh. http://www.acehpedia.org/Dampak_Illegal_Logging_di_Aceh. [13 April 2009]
B. Post. 2005. Penambangan Pasir Resahkan Warga. Banjarmasin Post 24 Oktober 2005: 15 (kolom 1-3).
Haba, John. 2005. Illegal Logging", Penyebab dan Dampaknya. PMB-LIPI. Jakarta
Kurnain, A. Soendjoto, M A. 2005. Kerusakan Dan Bencana Lingkungan Terrestrial Di Kalimantan Selatan Serta Pencegahan Dan Penanggulangannya. Lembaga Penelitian, Universitas Lambung Mangkurat. Banjarmasin
Soendjoto, M.A. 2004. Selaraskan Hidup Dengan Alam. Banjarmasin Post 13 Oktober 2004: 20 (kolom 2-5).
Selasa, 14 Februari 2012
Persahabatan dan Cinta
Persahabatan dan Cinta
Dulu waktu aku SD aku punya seorang sahabat bernama Tya ,aku sangat deket banget ama dia kemana – mana selalu bareng, apa – apa sama pokoknya udah kayak kakak adk aj dech.Kedekatan kita berdua berawal mulai dari masuk SD dari kelas 1 ampe kelas 6,semua guru juga tau kalau kita berdua sahabat yang sangat deket banget ampe guru –guru ada yang bilang kalau kita kayak anak kembar aja hehehhe……”Namun setelah tamat SD kita gak bareng – bareng lagi karena beda sekolah ,aku masuk SMPN 1 sedangkan dia masuk SMPN 5.Walaupun kita beda sekolah namun kita tetap sahabatan seperti biasa nya,terkadang aku maen ke rumahnya dan terkadang Tya juga yang maen ke rumah aku dan kita suka ketemuan setelah pulang sekolah di samping itu sekolah kita gak terlalu jauh sich……”
Pertama kali masuk SMP aku belum punya temen……!!!! kemana – mana masih sendiri aja tapi lama – kelamaan temen aku banyak “ emang masa SMP tu asyik juga.Dengan berjalan nya waktu tanpa terasa udah 4 minggu aku menjadi murid SMP,ampe pada suatu hari ada seorang cowok yang mana dia itu temen smp nya Tya sahabatku orangnya sich katanya keren tapi aku juga belum tau pasti karena aku sama sekali belum pernah ketemu,tya bilang nama nya Rizan dan besok dia bilang mau ngenalin rizan ama aku.
Matahari siang kota molek terasa terik,namun itu semua tidak menjadi penghalang bagi ku untuk tetap melangkah seorang diri menyusuri tepian jalan menuju ke depan lingkungan sekolah untuk menunggu angkutan umum yang akan membawa aku ke SMPN 5 di mana itu sekolahan nya sahabat ku ,tya dan rizan temennya. Hari itu aku udah ada janji ama Tya mau ke toko buku dulu ,nyampe di sana tya langsung ngenalin aku ama seorang cowok ternyata itu rizan cowok yang waktu itu pernah di bilang tya….”
“Hey!” sapa rizan sambil mengulurkan tangan.
“Rizan,” katanya lagi.
“ Wanda,” balas ku sambil menyambut uluran tangan rizan.
Rizan ini temen sekelas aku,”kata Tya.
Oh….ya. Trus kalian pada mau kemana?” Rizan bertanya pada Tya dan Wanda.ke toko buku Tya menjawab.” kemudian kita ngbrol-ngobrol dulu.
Obrolan itu gak lama. Tanpa basa –basi lagi tya langsung ngajakin rizan pergi ke toko buku dengan kita dengan muka malu – malu akhirnya rizan gak nolak ajakan kita.Mulai dari situ aku jadi deket ama rizan dan gak berapa lama kita jadian.”kita bertiga jadi suka nongkrong dan jalan bareng.Dari awal kedekatanaku ampe jadian ama rizan.aku cerita n curhat semuanya ama sahabatku,Tya”apapun yang aku rasakan ,yang aku dapat. Aku selalu berbagi cerita dengan tya, dia juga selalu setia mendengarkan curhatan ku n selalu ngasih aku saran – saran,maupun nasehat –nasehat yang dewasa buat aku ,selalu ngedukung aku mana yang terbaik buat aku,bahagia banget punya sahabat kayak dia.Ampe terkadang kita suka lupa waktu kalau aku dan tya udah ngerumpi curhat –curhatan dikamar ku.”Aku selalyu menganggap tya sahabat terbaik ku namun aku selama ini salah menilai arti persahabatan kita,karena mula nya dari hubungan aku yang mulai renggang dengan rizan yang pada akhirnya harus berakhir juga tanpa alasan yang jelas. Aku juga sempet shock dan tidak percaya kalau kenyataan ini harus terjadi,aku sedih banget.. waktu itu aku pengen cerita semua nya ke tya sahabat ku namun tya selalu gak ada waktu buat aku karena sibuk alasan yang dia bilang !!” Sahabatku emang bener – bener gak ada di saat aku sedih waktu itu,ternyata aku dengar kabar dari temen ku dan aku sangat tidak percaya ama cemua kabar itu tapi kenyataan berkata lain ternyata kabar itu emang bener adanya’pada awal nya aku sangat sakit hati banget dan ngerasa di khianati persahabatan ku selama ini karena kabar yang aku dengar itu bahwa tya sahabatku lagi deket ama rizan mantanku,malahan kabar yang aku dengar lagi kalau mereka berdua udah jadian .”
Aku sangat kecewa banaget karena ternyata selama ini tya udah memendam rasa ma mantan aku yang dulu dia kenalin ke aku,aku gak nyangka banget kalo tya tega berbuat seperti itu.Awalnya sich aku sempet kecewa dan kesel banget ama sahabatku itu tapi aku piker gak ada guna nya juga larut dalam kesedihan dan aku coba lebih sabar ,bersikap dewasa berusaha ngertiin ,dan bias nerima ne semua ,emang kalo sebuah perasaan itu gak bias di paksaiin dan bias dating kapan aja ,ama sapa aj tanpa kita duga sebelumnya.”
Dengan berjalannya waktu akhirnya lama – lama aku udah bisa menerima kenyataan yang sangat pahit ini kalo tya sahabatku yang selalu aku percaya dan banggakan itu jadian ma rizan mantanku.Selama mereka jadian tya udah gak pernah ngasi kabar ke aku g pernah maen ke rumahku lagi kata temen – temen sich karena tya ngerasa gak enak n ngerasa bersalah banget ke aku,karena di saat aku sedih dan terpuruk dia malah seneng – seneng ama rizan mantanku,aku sich gak tau bener apa gak yang di bilang temen-temen aku kalo tya itu ngerasa bersalah banget karena udah ngerusak persahabatan yang udah lama itu.
Pada sewaktu ketika tya tiba – tiba mempunyai keberanian untuk cerita semuanya ke aku apa yang udah terjadi selama ini,dan dia juga meminta maaf ke aku atas semua yang udah terjadi’ aku gak tega ngeliat tampang sahabatku yang penuh penyesalan,aku memaafkan mereka berdua karena aku juga sadar ini semua bukan salah mereka ,perasaan cinta itu gak tau kapan datang nya dan cinta itu perasaan yang indah.
Aku rela dalam kesedihan demi melihat sahabatku bahagia dengan mantanku rizan karena mungkin dia selama ini hanya ikut bahagia dari cerita – cerita ku aja mungkin emang sekarang saat nya dia bener-bener nyata bahagia seperti yang aku rasakan dulu,tapi kenapa di saat aku mulai bisa merelakan kebahagiaan ku untuk sahabatku ,si rizan malah buat tya kecewa karena gak lama setelah tya minta maaf aku denger kabar lagi kalo rizan mutusin si tya dengan alasan yang tidak masuk akal..” lalu aku penasaran dan aku memberanikan diri untuk bertemu dengan rizan untuk menanyakan kebenarannya kenapa dia mutusin tya di saat tya bener-bener bahagia,rizan menceritakan cemua nya ke aku apa alas an dy mutusin tya ternyata rizan waktu jadian ama tya bukan karena rasa cinta tapi karena rasa kasian aku shock banget ngedenger nya kenapa jadi kayak gini aku masih gak percaya saat itu tapi ternyata kenyataan nya seperti itu lah.Aku jadi serba salah apa aku harus marah or gak aku Cuma bisa bengong sejenak waktu itu.”
Emang masa SMP merupakan masa – masa penuh gejolak.Dimana kita kadang lebih mendahulukan hasrat ketimbang terlebih dahulu memikirkan dan merpertimbangkan untung ruginya.Jika hati sudah senang dan mernyukai sesuatu,maka kita pun tak ambil peduli apakah itu panatas atau tidak kita buat sekali pun itu “persahabatan” jangan sampai persahabatan hancur gara – gara cinta.”
Langganan:
Postingan (Atom)